Cegah Korupsi, Dekan FH Unkris Berikan Penyuluhan Hukum ke Pejabat Pemda Kabupaten Garut

Prof.Dr. Abdul Latif, S.H.,M.Hum Dekan FH Unkris sedang memberikan penyuluhan kepada para pejabat Pemerintah Daerah Kabupaten Garut Jawa Barat, Sabtu (29/7/2023).

BEBERIN.COM, GARUT – Masih maraknya tindak pidana korupsi yang dilakukan para pejabat pemerintah di Indonesia membuat Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS) melalui Fakultas Hukumnya tergerak melakukan penyuluhan hukum tentang “ Larangan Penyalahgunaan Wewenang Badan/Pejabat Pemerintah dalam Hukum Administrasi dan Tindak Pidana Korupsi” yang disajikan langsung oleh Dekan Fakultas Hukum Unkris, Prof. Dr. Abdul Latif, S.H., M.Hum kepada para pejabat Pemda Kabupaten Garut Jawa Barat, Sabtu (29/7/2023).

(Kiri-Kanan) Dekan FH Unkris Prof.Dr. Abdul Latif, S.H.,M.Hum, Bupati Garut Rudy Gunawan, Rektor Unkris, Ayub Muktiono  menandatangi MoU untuk melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Kabupaten Garut.

 

Kegiatan penyuluhan ini merupakan bagian dari rangkaian kegiatan Unkris dengan Pemerintah Daerah Kabupaten Garut yang melakukan penandatanganan MoU untuk melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Kabupaten Garut. Penandatanganan dilakukan oleh Bupati Garut, Rudy Gunawan dan Rektor Unkris, Ayub Muktiono.

(Kiri-Kanan) Dekan FH Unkris Prof.Dr. Abdul Latif, S.H.,M.Hum, Bupati Garut Rudy Gunawan, Rektor Unkris, Ayub Muktiono

Prof. Abdul Latif dalam paparannya menjelaskan bahwa penyelenggara Pemerintah Daerah menurut UU RI Nomor. 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah sangat penting dalam hubungan dengan UU Nomor. 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintahan Jo UU RI Nomor. 31 Tahun 1999 Jo UU RI Nomor. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

Dalam Undang-undang Pemerintahan Daerah, Badan/ Pejabat Pemerintah tidak dapat dilepaskan dari penggunaan wewenang pemerintah dalam hubungannya dengan undang-undang Administrasi Pemerintahan yang melarang penyalahgunaan wewenang oleh Badan/Pejabat Pemerintahan baik pusat maupun daerah, tetapi dalam praktiknya sering terjadi adanya tindakan penyalahgunaan wewenang Badan /Pejabat Pemerintahan.

Suasana para peserta yang hadir dalam acara Penandatangan MoU antara Pemerintah Kabupaten Garut dengan Unkris untuk melakukan Tri Dharma Perguruan Tinggi di Kabupaten Garut Jawa Barat.

Menurutnya Parameter ada atau tidak adanya penyalahgunaan wewenang dalam bentuk “detourmement de povouir” dan Sewenang-wenang sebagaimana dimaksud Pasal 17 (1) UU Administrasi Pemerintahan (UU AP) yaitu Larangan melampaui wewenang, Larangan mencampur adukkan wewenang, Larangan bertindak sewenang-wenang.

Parameter hukum dalam menilai keabsahan suatu keputusan/tindakan pejabat pemerintah terhadap larangan penyalahgunaan wewenang Badan/Pejabat Pemerintahan yang dikatagorikan melampaui wewenang sebagai mana dimaksud dalam Pasal 17 (2) huruf a UU Administrasi Pemerintahan yakni,
1. Apabila melampaui masa jabatan atau batas waktu berlakunya wewenang.
2. Melampaui batas wilayah berlakunya wewenang dan atau,
3. Bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.
Perlu dicatat bahwa Pasal 18 ayat (1) UU AP parameter ke 3 tersebut sudah dinyatakan tidak berlaku sejak berlakunya UU Cipta Kerja.

Dekan FH Unkris, Prof.Dr. Abdul Latif, S.H.,M.Hum dalam kunjungannya untuk memberikan penyuluhan hukum kepada para pejabat Pemda di Kabupaten Garut Jawa Barat.

Untuk mengukur penyalahgunaan wewenang dengan menggunakan parameter sebagai berikut:
1. Unsur menyalahgunakan kewenangan dinilai ada tidaknya pelanggaran terhadap peraturan dasar tertulis atau asas kepatutan yang hidup dalam masyarakat dan negara ini. Kriteria dan parameternya bersifat alternatif.
2. Asas kepatutan dalam rangka melaksanakan suatu kebijakan atau zorgvuldigheid ini ditetapkan apabila tidak ada peraturan dasar ataupun Asas Kepatutan ini diterapkan apabila ada peraturan dasar, sedangkan peraturan dasar (tertulis) itu nyatanya tidak dapat diterapkan pada kondisi dan keadaan tertentu yang mendesak sifatnya.

Menyalahgunakan “Kewenangan” dalam Hukum Pidana

Tindakan menyalahgunakan kewenangan oleh badan/pejabat pemerintahan dalam ranah hukum pidana dalam perspektif UU Tipikor tidak ditemukan adanya parameter, namun di dalam memaknai ketentuan Pasal 3 UU Tipikor, mengatur larangan menyalahgunakan kewenangan yaitu bahwa “Setiap orang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau dipidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp.50.000.00 0,00 (lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp.1.000.000.000,- (satu milyar rupiah).”

Dari uraian paparan tersebut Dekan FH Unkris, Prof. Abdul Latif menyimpulkan bahwa :

1. Penyalahgunaan wewenang dalam administrasi pemerintahan merupakan bentuk pembatasan yang bersifat pencegahan (Preventif). Sedangkan menyalahgunakan kewenangan dalam UU Tipikor merupakan bentuk upaya penindakan yang bersifat represif.

2. Penyalahgunaan wewenang yang diatur dalam Pasal 20 UUAP dimaknai sebagai kesalahan administratif yang dilakukan oleh badan/pejabat pemerintahan. Menyalahgunakan kewenangan yang diatur dalam Pasal 3 UU Tipikor mengandung hubungan kausal atau korelasi antara jabatan atau kedudukan dengan potensi tindak pidana.

3. Cara yang harus ditempuh oleh pelaku tindak pidana korupsi seperti yang terdapat dalam Pasal 3, yaitu dengan cara ”menyalahgunakan kewenangan , kesempatan atau sarana yang ada karena jabatan atau kedudukan ”.

 

(Edison).