Profesor Agus Surono : “Melihat Kasus Pidana Pelimpahan IUP Batu Bara di Tanah Bumbu Kalsel dari Sudut Pandang Hukum Pidana”

Beberin.com, Jakarta – Kasus sidang perkara dugaan Suap Izin Usaha Pertambangan (IUP) batu bara di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan yang di gelar di Pengadilan Negeri (PN) Tipikor Banjarmasin berlangsung saling Sangah antara saksi dan Terdakwa. Kasus ini menyeret mantan kepala dinas ESDM kabupaten Tanah Bumbu, Raden Dwidjono Putrohadi dan Manta Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming yang dipanggil sebagai saksi kerena selaku pejabat yang menandatangani Surat Keputusan tersebut.

Mantan Bupati Tanah Bumbu, Mardani H Maming yang menjabat selama 2 periode ini merupakan pejabat menandatangani Surat Keputusan Bupati Tanah Bumbu Nomor 296 Tahun 2011 tentang Persetujuan Pelimpahan Izin Usahan Pertambangan Operasi Produksi PT Bangun Karya Pratama Lestari Nomor 545/103/IUP-OP/.D.PE/2010 kepada PT Prolindo Cipta Nusantara.

Pada sidang ke empat suasana sidang yang memanas akibat saling bantah antara Saksi Mantan Bupati Tanah Bumbu dengan Mantan Kepala Dinas ESDM Tanan Bumbu. Mardani mengaku SK peralihan IUP tambang sudah diteken kepala dinas saat diantar ke mejanya. Sementara terdakwa mantan Kepala Dinas ESDM, Raden membantah sebaliknya, Mardani lebih dulu meneken SK itu tersebut.

Melihat kasus pidana Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang terjadi di Kabupaten Tanah Bumbu Kalimantan Selatan tersebut media beberin.com berhasil mewawancarai Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila Prof, Dr. Agus Surono S.H.,M.H. dikediaman nya.

Melihat kasus tersebut Prof.Dr. Agus Surono menjelaskan bahwa Penyalahgunaan wewenang itu adalah dilihat apakah dia kepala dinas itu melakukan itu atas perintah dari kepala daerah atau memang dia melaksanakan tidak ada kaitannya dengan perintah kepala daerah nah ini kan yang harus di cari kausalitasnya atau hubungan sebab akibat kalau dalam hukum pidana.

“Selama memang si kepala dinas dalam melakukan penyalahgunaan wewenang tadi, melakukan itu karena ada perintah dari pimpinannya dari kepala daerah maka tentu kepala daerah juga bisa dimintai pertanggungjawaban pidana dalam konteks pertanggungjawaban hukum itu bisa.” Jelas Guru Besar Hukum Pidana Universitas Pancasila ini di kediamannya Kamis (28/4/2022).

“Bisa namanya juga didalam kontruksi pasal 55 KUHP itu ada yang namanya unsur penyertaan tindak pidana. Yang menyuruh melakukan itu pasti di kualifikasi jadi pelaku juga. Nah yang melakukan dia jadi pelaku juga. Nah di Pasal 55 KUHP itu ada 4 (empat), Satu mereka yang menyuruh melakukan, kedua adalah mereka yang melakukannya atau mengeksekusi, ketiga adalah mereka yang turut serta melakukan, yang keempat adalah penganjur, yang menganjurkan. Tapi dalam konteks ini kan penganjur tidak ada, dalam konteks ini yang paling tepat adalah antara yang menyuruh melakukan dengan yang melakukan contohnya yang melakukan siapa?, contohnya misalnya kepala dinas kalau melakukan penyalahgunaan kewenangan maka kepala dinasnya yang melakukan, yang menyuruh siapa?, Ya atasannya. Atasannya siapa?, Atasan kepala dinas siapa?, Ya kepala daerah. Tergantung kasusnya.kalo kasusnya seperti itu,” terang Prof.Dr. Agus Surono.

Terkait izin Prof.Dr. Agus Surono menjelaskan “izinkan yang tanda tangan izinkan Gubernur atau Bupati, kepala daerah kan. Tapi bahwa yang menyiapkan semuanya proses-proses perijinan kan kepala dinas kan, tergantung dari perannya apa gitu?. Dalam konteks hukum itu prinsip nya siapa yang berbuat dialah yang harus bertanggungjawab terhadap apa yang dia perbuat. Nah peran dari adanya satu tindakan yang di kualifikasi sebagai delik korupsi pasal 3 itu perannya si kepala dinas ini apa? Nah itu tergantung dari kesalahan-kesalahannya apa, itu nanti bisa di runut sampai kepada yang paling tinggi, dalam kontruksi hukum itu bisa, cuma kan prinsip nya kalau tidak ada hubungannya ya tidak bisa.”

“Karena dalam konteks surat perizinan segala macam atau putusan pejabat tata usaha negara dalam hal ini kepala daerah itukan yang tanda tangan yang tanggung jawab” iya yang tanggung jawabkan yang tanda tangan, bahwa nanti ada anak buahnya yang membuat telaah atau yang ikut memparaf itu yang keliru nanti bisa dijadikan sebagai turut serta.” Pungkas Prof. Agus Surono.

(Yuki N)