Beberin.com, Jakarta – Universitas Krisnadwipayana (Unkris) Jakarta resmi menggelar Sidang Terbuka Senat Pengukuhan Guru Besar Prof. Dr. Cita Citrawinda, SH, MIP sebagai guru besar Unkris Jakarta pada hari Sabtu, 3 Juni 2023 di Ballroom Hotel Fairmont Senayan Jakarta. Dengan dikukuhkan Prof. Dr. Cita Citrawinda sebagai Guru Besar dibidang Ilmu Hukum maka bertambahlah guru besar di Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana menjadi 9 (Sembilan) Guru Besar.
Dalam kata sambutannya Prof. Cita Citrawinda mengucapkan rasa terimakasihnya yang tak terhingga kepada Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia, Bapak Nadiem Anwar Makarim, B.A, M.B.A., Bapak Prof. Ir. Nizam, M.Sc, DIC, IPU, ASEAN.Eng. (Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi, Riset dan Teknologi) dan Bapak Dr. Mohammad Sofwan Effendi, M.Ed. (Direktur Jenderal Sumber Daya). Prof. Cita juga mengungkapkan terimakasihnya kepada Ayahhanda tercinta Almarhum Prof. Eddy Noerhadi dan Ibu tercinta Almarhumah Prof. Toeti Heraty Roosseno yang selalu menekankan pentingnya pendidikan, begitu juga suami tercinta Adi Yoga Soegomo yang telah mendampingi dan memberikan dukungan serta kasih sayang. Serta anak-anak, menantu dan cucunya tersayang yang selalu memberikan suasana kegembiraan dan keceriaan dirumah.
Dalam Orasi Ilmiah yang berjudul “Arbitrase Sengketa Kekayaan Intelektual Internasional”, Prof. Cita Citrawinda memaparkan bahwa Arbitrase sebagai salah satu alternatif penyelesaian sengketa Hak Kekayaan Intelektual dapat dipilih karena adanya pelanggaran Kekayaan Intelektual seperti wanprestasi, keabsahan, kepemilikan Hak Kekayaan Intelektual dan lain-lain.
“Kita tahu Arbitrase itu adalah alternatif penyelesaian Sengketa diluar pengadilan “Alternative Dispute Settlement”, jadi harapan saya dengan adanya atau aktifnya Badan Arbitrase dan Mediasi Hak Kekayaan Intelektual (BAMHKI) juga sudah tersosialisasi dengan baik dapat memberikan pilihan kepada para pelaku bisnis, para pelaku usaha atau pelaku ekonomi kreatif yang mayoritas adalah Usaha Kecil, Mikro, dan Menengah (UKM) mereka bisa memilih apakah dengan cara menyelesaikan perselisihan yang mereka alami tidak hanya harus membawa perkara ke pengadilan tapi bisa juga diselesaikan melalui arbitrase. Itu sebetulnya tujuan utama dari saya,” terang Prof. Cita Citrawinda.
Prof. Cita mengungkapkan Sejak tahun 2011 BAMHAKI berdiri sampai sekarang tahun 2023 belum ada satu kasuspun yang dibawa oleh pemiliknya untuk diselesaikan melalui arbitrase, mereka para pihak yang berselisih boleh memilih apakah penyelesaian perkaranya di pengadilan atau melalui Arbitrase. Tapi nyatanya memang masih kurang tersosialisasi mengenai penyelesaian alternatif sengketa dibidang Hak Kekayaan Intelektual ini.
Ada banyak keuntungan menurut Prof. Cita Citrawinda jika memilih penyelesaian melalui jalur Arbitrase yaitu perkaranya dilakukan secara tertutup, biayanya relatif lebih murah, lebih cepat dan juga sifatnya sangat confidential (rahasia) hanya para pihak yang mengetahui tidak terekspos ke publik.
Terkait proses untuk menjadi Guru Besar Prof. Cita Citrawinda dalam keterangannya mengatakan “Memang proses pengurusan Guru Besar ini tidaklah mudah, agak cukup lama dimana sebetulnya saya sudah mendapatkan SK menjadi Lektor kepala itu sejak tahun 2008 dari Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Khususnya pada Universitas Krisnadwipayana (UNKRIS) baru tiga tahun kemarin ini saya mengurus persyaratan menjadi Guru Besar dan Alhamdulillah akhirnya kemarin per 1 Februari 2023 itu keluar izin lah katakan yang sudah verifikasi secara sah ya, dan kemudian dilanjutkan SK dari Kemendikbud Ristek.
Prof. Cita Citrawinda menjelaskan bahwa ada beberapa hambatan yang ditemui dalam proses menjadi Guru Besar yang menurutnya sebetulnya hambatan-hambatan itu juga bisa datang dari diri kita sendiri atau dari pihak luar. Kalau dari saya sendiri sebetulnya Alhamdulillah semua persyaratan sudah terpenuhi. Memang yang belakangan agak susah dan agak menjadi kendala sebetulnya bagi dosen itu adalah bagaimana kita bisa menulis artikel yang diterbitkan oleh Scopus secara Internasional, ini banyak menjadi kendala tidak hanya bagi saya pribadi yang mengurus untuk mendapatkan izin sebagai Guru Besar, tetapi kendala yang juga dialami hampir bagi semua dosen tapi Alhamdulillah akhirnya artikel yang diterbitkan secara Internasional ini terbit sebelum waktunya sehingga mesti memenuhi kelengkapan persyaratan untuk kepengurusan.
Terkait Kreditpoint sebagai syarat menjadi Guru Besar yang ditentukan Dikti Prof. Cita mengatakan “ Dikti itu sebetulnya mensyaratkan jumlah kredit point itu sebanyak 850, tetapi saya menulis tidak mau sebanyak 850 dalam arti saya mengumpulkan kredit point itu sebanyak 906,50. Karena saya sudah mengantisipasi tentunya apabila nanti ada persyaratan yang masih kurang bisa terpenuhi dengan beberapa kredit-kredit lain yang sudah dijumlahkan.
Prof. Cita Citrawinda dalam kesempatan yang sama mengatakan, bahwa sebetulnya kredit point yang paling besar adalah menulis buku. Menulis buku itu kredit pointnya bisa 40 paling besar. Dan saya kebetulan belakang selama covid dimana Work From Home (WFH), itu saya banyak menulis buku dan itulah juga yang menambah, lumayan satu buku 40, waktu itu jadi 5 buku jadi yang saya tulis sudah 200 point, dan Untuk Narasumber itu kalau tidak salah itu 10 point. Artikel juga 10 Point.
“Kalau saya kredit point banyak dikumpulkan semua dari menulis buku, menulis artikel mengajar, membimbing, menguji, jadi saksi ahli juga cukup sering, nah itu saksi ahli baik di Pengadilan Niaga maupun di Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU), itu juga menambah dan melengkapi jumlah kredit yang harus dipenuhi.” Pungkasnya.
(Edison)
Leave a Reply