Prof. Abdul Latif Tegaskan Pemerintah Harus Hadir Selesaikan Polemik PN UKAI Dengan Mahasiswa Apoteker

Prof.Dr. H. Abdul Latif, SH., MH Dekan Fakultas Hukum UNKRIS (Jas hitam 6 dari kanan) hadir sebagai salah satu narasumber acara Seminar Nasional Kajian Akademik di UTA 45 Jakarta, Selasa (16/5/2023).

Beberin.com, Jakarta – Polemik yang terjadi belum lama ini dimana banyak mahasiswa yang memprotes tentang uji kompetensi apoteker yang dinilai apa yang dilakukan oleh Panitia Nasional Ujian Kompetensi Apoteker Indonesia (PN UKAI) yang ijinnya dikeluarkan oleh Komite Farmasi Nasional (KFN) sedangkan KFN dibentuk berdasarkan Permenkes Nomor 889 tahun 2011 tentang Registrasi, Izin, Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian diduga melanggar hukum.

Melihat permasalah tersebut membuat Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta (UTA 45 Jakarta) tergerak untuk menggelar Seminar Nasional Kajian Akademik pada Selasa, 16 Mei 2023 sekitar pukul 8.30 sampai 17.00 WIB di Ruang Auditorium Universitas 17 Agustus 1945 Jakarta dengan tema “Catatan Kritis, Evaluasi, dan Rekomendasi Terhadap Pasal 10 & 13 Hubungannya dengan Pasal 26 Permenkes Nomor 889 Tahun 2011.

Hadir dalam acara Seminar Nasional kajian akademik ini, Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA 45, Dr. (c) Rudyono Darsono, SH., MH, Rektor UTA 45, J. Rajes Khana, Ph.D., Prof. Dr. H. Abdul Latif, SH.,M.H (Dekan Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana), dengan dipandu oleh Moderator Dr. Wagiman, S.Fil., S.H., M.H. ( Dekan FH UTA 45).

Prof. Abdul Latif menjelaskan bahwa secara yuridis normatif, PN UKAI yang diterbitkan KFN tidak boleh dilaksanakan oleh asosiasi profesi, melainkan harus dilaksanakan dengan kerja sama Prodi Apoteker pada Fakultas Farmasi, Perguruan Tinggi sebagai lembaga pendidikan. Penunjukan PN UKAI oleh KFN, dapat berakibat melanggar hukum administrasi pemerintahan sebagai hukum publik, dan hukum perdata, bahkan bisa dengan hukum pidana baik berupa penggelapan dalam jabatan, maupun kerugian negara yaitu berkurangnya hak penerimaan negara yg bersumber dari PNBP.

“Pemerintah harus benar-benar hadir dirasakan oleh para mahasiswa apoteker dalam menyelesaikan polemik yang terjadi akibat tumpang tindih kebijakan antara Kementerian Pendidikan dengan Kementerian Kesehatan terkait uji kompetensi profesi Apoteker,” tegas Prof. Abdul Latif.

Prof. Dr. H. Abdul Latif SH.,MH Dekan Fakultas Hukum UNKRIS bersama Dr.(c) Rudyono Darsono SH.,MH Ketua Dewan Pembina Yayasan UTA 45 Jakarta

Prof. Abdul Latif dalam paparannya sebagai narasumber dalam Seminar Nasional ini menerangkan bahwa jika dikaji dari Aspek Hukum Kelembagaan program studi (Prodi) Apoteker adalah merupakan bagian dari proses penyelenggaraan pendidikan yang tidak dapat dilepaskan dari pengawasan dan pengendalian terhadap peningkatan mutu kualitas anak didik (mahasiswa). Pelaksanaan suatu program studi melalui kurikulum dan proses belajar mengajar (pendidikan/pengajaran) pada program studi yang dibina oleh suatu lembaga pendidikan atau perguruan tinggi Negeri/ Swasta berkedudukan dibawah Kementerian Pendidikan, Kebudayaan & Ristek, yang merupakan unsur pemerintah dibidang pendidikan. Karena itu perawat profesi adalah perawat lulusan pendidikan profesi keperawatan yang merupakan program profesi Keperawatan dan program spesialis keperawatan.

Sedangkan, Asosiasi Apoteker adalah sebuah organisasi profesi yang mewakili Apoteker di suatu wilayah tertentu dalam negara hukum Indonesia. Organisasi profesi adalah wadah yang menghimpun perawat secara nasional dan berbadan hukum sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Prof.Dr.H. Abdul Latif SH.,MH Dekan FH UNKRIS bersama Rektor UTA 45, J. Rajes Khana, Ph.D

Jadi, dari prespektif kedua lembaga tersebut terdapat adanya perbedaan, yaitu Prodi Apoteker dilaksanakan oleh lembaga pendidikan yang merupakan urusan pemerintahan sebagai bagian dari hukum publik, sedangkan, Asosiasi Apoteker dilaksanakan oleh lembaga asosiasi yang merupakan urusan profesi Apoteker terkait di bidang Farmasi sebagai bagian di bidang kesehatan, namun Profesi Apoteker bukan urusan pemerintahan sebagai bagian dari hukum publik, melainkan hukum privat. Oleh karena itu kedua lembaga tersebut berbeda, akan tetapi terikat dalam hubungan di bidang Farmasi, dan mengenai urusan asosiasi apoteker tunduk pada aspek hukum privat.

Perbedaan Lembaga Prodi Apoteker dan Asosiasi Apoteker

Dalam kesempatan tersebut Prof. Abdul Latif menerangkan bahwa ada perbedaan antara lembaga Program Studi Apoteker dengan Asosiasi Apoteker yaitu, Lembaga Perguruan Tinggi pada Program Studi Apoteker adalah lembaga pendidikan yang menyelenggarakan program studi untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi sebagai Apoteker. Sedangkan, lembaga Asosiasi Apoteker adalah merupakan sebuah organisasi profesi yang mewakili apoteker di suatu wilayah/daerah dalam bentuk badan hukum. Hubungan antara Prodi Apoteker dan Asosiasi Apoteker, mempunyai hubungan yang erat dalam bidang Farmasi.

Kedudukan Hukum Prodi Apoteker dan Asosiasi Apoteker

Dilihat dari kedudukan hukum antara Prodi Apoteker dengan Asosiasi Apoteker menurut Prof. Abdul Latif Program Studi (Prodi) Apoteker, adalah berkedudukan sebagai lembaga pendidikan yang merupakan bagian dari urusan pemerintahan sebagai hukum publik di bidang pendidikan. Asosiasi Apoteker, adalah berkedudukan sebagai lembaga yang menghimpun Perawat secara nasional dan merupakan bagian urusan profesi sebagai hukum privat sesuai peraturan perundang-undangan.

Jadi, menurutnya jika dilihat dari perspektif hukum, terdapat adanya perbedaan kedudukan yaitu pada Prodi Apoteker merupakan urusan pemerintahan dibidang pendidikan, sebagai hukum publik dilaksanakan oleh Perguruan Tinggi Negeri/Swasta. Sedangkan, Asosiasi Apoteker menghimpun perawat sebagai badan hukum dalam melaksanakan urusan Apoteker yang terkait dalam bidang Farmasi sebagai bagian dari urusan kementerian kesehatan.

Fungsi dan tanggung jawab Prodi Apoteker dan Asosiasi Apoteker

Jika dilihat dari fungsi dan tanggungjawabnya ada perbedaan antara Prodi Apoteker dengan Asosiasi Apoteker

Prodi Apoteker berfungsi, untuk menghasilkan lulusan yang memiliki kompetensi Sebagai Apoteker, dan bertanggung jawab :

– Untuk memberikan ilmu pengetahuan dan keterampilan praktis kepada mahasiswa;

– Untuk memenuhi persyaratan kualifikasi yang ditetapkan oleh Pemerintah dan standar internasional yang relevan.

– Untuk memberikan pengalaman praktis kepada mahasiswa melalui laboratorium dan fasilitas klinik yang tersedia.

– Untuk memberikan Ijazah kepada lulusan program studi Apoteker yang telah memenuhi semua persyaratan akademik dan administrasi, serta berhak memperoleh Gelar akademik sebagai Apoteker.

Asosiasi Apoteker, berfungsi sebagai organisasi profesi yang mewakili apoteker dan juga berfungsi untuk membangun hubungan kerja sama untuk memajukan profesi apoteker, serta bertanggung jawab:

– Sebagai penghubung antara para apoteker, pemerintah, dan masyarakat umum dalam memajukan profesi apoteker;

– Mengembangkan standar praktik yang baik, serta mempromosikan keselamatan dan efektivitas penggunaan obat;

– Menyediakan berbagai jenis program pendidikan dan pelatihan untuk para apoteker agar dapat mengembangkan keterampilan dan pengetahuan dalam bidang Farmasi sebagai profesi Apoteker.

Pelaksanaan Uji Kompetensi

Pelaksanaan Uji Kompetensi berdasarkan pada Peraturan Menteri Kesehatan (PERMENKES) Nomor: 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian Jo PERMENKES RI Nomor: 31 Tahun 2016 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 889/MENKES/PER/V/2011 tentang Registrasi, Izin Praktik, dan Izin Kerja Tenaga Kefarmasian, telah diubah khususnya, yaitu:

1. Nomenklatur yang berbunyi Surat Izin Kerja harus dibaca dan dimaknai sebagai Surat Izin Praktik;

2. Ketentuan ayat (2) Pasal 17, mengenai SIPA bagi Apoteker atau SIPTTK bagi tenaga teknis Kefarmasian, ketentuan Pasal 18, Pasal 19 telah diubah

Berdasarkan Permenkes tersebut di atas dalam hubungannya dengan Uji Kompetensi, Penerbitan Ijazah dan Sertifikat Kompetensi, serta adanya Perlakuan khusus bagi Apoteker yang baru lulus Pendidikan Profesi Apoteker. Pada ketentuan Pasal 9 Ayat (1) Sertifikat Kompetensi Profesi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 Ayat (1) huruf b dikeluarkan oleh organisasi profesi setelah lulus uji kompetensi . Ayat (2) Sertifikat Kompetensi profesi berlaku selama 5 (lima) tahun dan dapat dilakukan uji kompetensi kembali setelah habis masa berlakunya.

Pasal 10 Ayat (1) Permenkes No.889 tahun 2011, dinyatakan bahwa Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus uji kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung. Ayat (2) Permohonan sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh perguruan tinggi secara kolektif 1 (satu) bulan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker yang baru. Ayat (3) Organisasi profesi harus memberitahukan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN) mengenai sertifikat kompetensi yang dikeluarkan paling lama 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker

Pada Pasal 13 Ayat (1) Permenkes No.889 tahun 2011, dinyatakan bahwa “Bagi Apoteker yang baru lulus pendidikan dapat memperoleh Surat Tanda Registrasi Apoteker (STRA) secara langsung. Ayat (2), Permohonan STRA sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diajukan oleh Perguruan Tinggi secara kolektif setelah memperoleh sertifikat kompetensi profesi 2 (dua) minggu sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker baru dengan menggunakan contoh sebagaimana tercantum dalam formulir 3 terlampir.

Pasal 15 Permenkes No. 889 mtahun 2011, dinyatakan Sertifikat kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang Apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan/praktik profesinya di seluruh Indonesia setelah lulus uji kompetensi.

Prof. Abdul Latif menyimpulkan beberapa hal dari perspektif hukum sebagai berikut:

Prodi Apoteker yang dilaksanakan oleh lembaga perguruan tinggi negeri dan swasta adalah merupakan lembaga pendidikan dan merupakan urusan pemerintahan di bidang pendidikan dalam perspektif hukum publik.

Asosiasi Apoteker yang melaksanakan pendidikan bagi Apoteker melalui uji kompetensi, bukanlah lembaga pendidikan, melainkan lembaga profesi bagi para Apoteker yang merupakan urusan Pemerintah di bidang Farmasi, namun bukan urusan pemerintahan dalam ranah hukum publik melainkan ranah atau domein hukum privat. Asosiasi Apoteker sebagai organisasi profesi harus memberitahukan kepada Komite Farmasi Nasional (KFN) mengenai sertifikat kompetensi yang dikeluarkan sebelum pelantikan dan pengucapan sumpah Apoteker.

Sertifikasi Kompetensi profesi adalah surat tanda pengakuan terhadap kompetensi seorang lulusan apoteker untuk dapat menjalankan pekerjaan praktik profesinya setelah lulus uji kompetensi.

Lanjutnya bahwa uji kompetensi dimaksudkan bukan dalam pengertian “ujian” khusus yang masih harus ditempuh oleh Apoteker yang telah menyelesaikan studi profesi Apotekernya. Uji Kompetensi oleh KFN adalah suatu cara atau metode untuk menentukan kompetensi Apoteker yang berpraktik, dan bukan harus melalui pengumpulan Satuan Kredit Profesi sebagai pedoman uji kompetensi melalui pembobotan yang ditetapkan oleh KFN dan dilakukan oleh Asosiasi Apoteker sebagai organisasi Profesi dengan mengeluarkan Sertifikat Kompetensi Profesi.

“Jadi jika dilihat dari perspektif hukum pendidikan terhadap program studi Apoteker pada Perguruan tinggi, Apoteker yang baru lulus pendidikan profesi dianggap telah lulus Uji Kompetensi dan dapat memperoleh sertifikat kompetensi profesi secara langsung bagi Apoteker yang baru lulus program studi Apoteker dapat memperoleh STRA secara langsung,” pungkas Prof. Abdul Latif.

(Edison)