Beberin.com, Jakarta – Sidang gugatan pihak penggugat PDI Perjuangan terhadap tergugat KPU masuk pada sidang pembuktian dengan menghadirkan keterangan ahli dari pihak tergugat KPU, di PTUN Jakarta, Kamis (8/8).
Prof Abdul Latif selaku Konsultan Hukum dari Tim Kuasa Hukum Penggugat dalam keterangannya kepada awak media mengatakan bahwa keterangan yang disampaikan oleh ahli dari pihak tergugat KPU tidak menyentuh subtansi gugatan dari pihak penggugat. Kerena ahli yang di ajukan oleh tergugat adalah ahli hukum tatanegara. Pertanyaan dari kuasa hukum tergugat kepada Ahli hanya terkait seputar tahapan proses pemilihan umum. Sedangkan subtansi gugatan penggugat terkait adanya tindakan omission dan commission yang dilakukan KPU diduga telah melanggar hukum.
“Kalau kita kaitkan subtansi gugatan penggugat itu sama sekali tidak terbantahkan sebagai suatu tindakan ommission yang menjadi objek gugatan penggugat,” ujar Prof. Abdul Latif.
Dari awal menurut Prof Abdul Latif penggugat sudah mengemukakan bahwa objek gugatan penggugat terkait dengan tindakan yang seharusnya tidak boleh dilakukan, karena KPU sebagai organ badan penyelenggara negara khususnya pelaksanaan pemilu 2024 telah diberikan kewenangan yang bersifat atributif yang seharusnya di tegakkan sesuai aturan perundang-undangan terutama dalam mewujudkan pemilu umum presiden yang jujur, adil, dan berkepastian hukum.
Lebih lanjut Prof Abdul Latif menjelaskan bahwa dalam UU administrasi dikenal ada 2 tindakan, ommission tidak berbuat, karena dia (KPU) tidak berbuat menegakkan peraturan hukum perundang-undangan termasuk PKPU yang dibuat KPU itu sendiri khsususnya PKPU Nomor 19 tahun 2023 itu tidak dilaksanakan. Yaitu dimana tindakan faktual yang dilakukan dalam konteks tindakan commission itu secara aktif KPU telah mengeluarkan surat kepada semua partai politik peserta pemilu agar mempedomani putusan MK nomor 90 tahun 2023 yang subtansinya putusan itu telah ditegaskan bahwa sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau sedang menduduki jabatan kepala daerah melalui pemilu termasuk pemilihan kepala daerah kabupaten kota.
Yang kedua tindakan commission yang dilakukan oleh KPU yaitu membuat surat keputusan KPU Nomor 1378 Tahun 2023 tentang Pedoman Teknis Pendaftaran, Verifikasi, dan Penetapan Pasangan Calon Presiden dan Wakil Presiden Dalam Pemilihan Umum Tahun 2024. Ini juga dilakukan dengan dasar menindaklanjuti keputusan MK Nomor 90 tahun 2023.
“Kalau kita merujuk ke gugatan penggugat inilah yang di kualifikasi sebagai suatu tindakan yang melanggar hukum yang dilakukan oleh KPU karena tidak sesuai dengan perundang-undangan, terutama UU nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu, termasuk PKPU Nomor. 19 tahun 2023, maka diterimalah pendaftaran pasangan calon khususnya Gibran sebagai wakil presiden yang tidak memenuhi syarat calon berusia 40 tahun,” terang Prof Abdul Latif.
Lanjut Prof Abdul Latif menjelaskan bahwa jika kita merujuk apakah dasar kewenangan dari KPU menindaklanjuti dari putusan MK. Dalam gugatan penggugat sudah jelas dan nyata mendalilkan bahwa KPU tidak lah berwenang menindak lanjuti putusan MK. Karena didalam UU Nomor 12 tahun 2011 Pasal 10 Ayat (1) antara lain huruf d dan Ayat (2), yang berwenang adalah DPR atau Presiden tentang pembentukan peraturan perundang-undangan itu secara tegas menyatakan didalam ketentuan pasal 10 Ayat (1) huruf d menyatakan bahwa materi muatan UU itu adalah antara lain tindak lanjut MK.
Pasal 10 Ayat (1) huruf d berbunyi “tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi;dan/atau”
Pasal 10 Ayat (2) berbunyi “tindak lanjut atas putusan Mahkamah Konstitusi sebagaimana dimaksud pada Ayat (1) huruf d dilakukan oleh DPR atau Presiden.”
Dengan demikian materi muatan yang mengatur tentang syarat calon berusia 40 tahun tetap harus merujuk kepada undang-undang pemilu. Namun demikian kita ketahui bersama bahwa Pasal 169 huruf q dari UU Nomor 7 tahun 2017 itu juga telah di nyatakan oleh MK tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat dalam arti tidak sah karena bertentangan dengan UUD 1945. Tetapi didalam amar putusan MK sendiri sudah menciptakan suatu kaidah norma baru seolah-olah menjadi keputusan bersyarat.
(Edison)
Leave a Reply