BEBERIN.COM, JAKARTA – Adanya permasalahan fungsi ruang yang terjadi pada kawasan sempadan pantai, Sungai, Situ, Danau Embung dan Waduk (SDEW) masih menjadi topik menarik yang diangkat oleh Universitas Krisnadwipayana (Unkris) untuk dibahas dalam sebuah Webinar Series yang kedua kalinya. Acara ini diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai kalangan seperti Dosen, Mahasiswa, Penegak Hukum, Pemerhati Lingkungan, Pecinta Alam, dan lainnya dengan tema “Penegakan Hukum Tata Ruang Kawasan Sempadan Pantai Sungai, Situ, Danau, Embung dan Waduk (SDEW)”, yang dihadiri langsung oleh Rektor Unkris, Dr. Ir. Ayub Muktiono,M.SIP, CIQaR untuk memberikan kata sambutannya sekaligus membuka acara Webinar Series kali ini, Sabtu (2/9/2023).
Hadir dalam acara Webinar Series kedua ini beberapa narasumber yaitu ada , Mochammad Darmun S.Sos.,M.Si (Kasubdit Penegakan Hukum dan Penyelesaian Sengketa Penataan Ruang Wilayah III Kementrian ATR/BPN, AKBP Bayu Nusantara, S.H.,M.H (Kasubbag Minssidik Bagwassidik Rokorwas PPNS, juga hadir pula Prof. Dr. Abdul Latif , SH.,M.Hum (Dekan Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana. Moderator acara ini dipandu oleh Ir. Toni Rusmarsidik, MUM (Sekprodi Tehnik Perencanaan Wilayah dan Kota, Fakultas Teknik Unkris), Herlin Sukmarini, ST.,M.Si sebagai Master of Ceremony (MC), juga Dr.Susetyo Herawati ST.,M.Si menyampaikan laporan panitia penyelenggara acara Webinar Series kedua ini.
Rektor Unkris, Ayub Muktiono dalam kata sambutanya mengucapkan terimakasih kepada para peserta yang hadir dalam Webinar Series kedua ini, Rektor Unkris mengatakan bahwa ini merupakan bentuk kepedulian kita bersama terhadap lingkungan khususnya Sempadan, Sungai, Danau, Embung, Waduk (SDEW). “Ini adalah bentuk keprihatinan saya, berawal dari situ dan lingkungan banyak persepsi-persepsi masyarakat itu yang salah dan kita wajib untuk bersama-sama mengingatkannya yang pertama itu Sungai, Danau, yang itu malah sebagai tempat pembuangan, terus Sempadan SDEW ini dianggap sebagai tanahnya gusti Allah sehingga apa saja, mau diapakan saja itu bisa dan memang manusia itu faktor utama yang menjadikan masalah di Sempadan SDEW ini.”
Dorongan ekonomi yang semakin luar biasa menurut Ayub Muktiono menjadi salah satu penyebab tergerusnya, atau merosotnya kondisi lingkungan karena okupansi daerah sempadan SDEW. Webinar Series yang kedua ini sangat penting juga membahas penegakan hukumnya.
Ayub Muktiono melihat semua aturan di Republik Indonesia ini semuanya sudah diterapkan dengan melihat itu. Jadi dari UU Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Daerah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil UU Nomor 26 Tahun 2007 tentang Penataan Ruang juga demikian, Nomor 6 Tahun 2023 Penetapan Peraturan Pengganti UU mengenai Cipta Karja ini juga sudah mengatur itu semua.
“Orang tua saya mendidik saya itu justru mengutamakan etika kalau ini tidak pantas tidak sesuai, kalau ditempat saya itu ‘Ora Ilok’ kita sudah tidak berani lagi melanggar itu, menebang pohon tapi tidak digunakan atau tidak menanam lagi itu ‘Ora Ilok’ jadi berusahalah seterusnya itu ‘Ora Ilok’ jadi sampai sekarang itu terkenang norma dan etika yang ada di masyarakat warisan leluhur itu. Kalau sekarang fokus pada penerapan hukum diatasnya aturan ya etika itu, etika moral,” kata Ayub Muktiono kepada para peserta Webinar Series.
Narasumber AKBP Bayu Nusantara, S.H.,M.H dalam paparannya juga menekankan pentingnya Kerjasama diantara Penegak Hukum yakni yang pertama Interconnection (Saling Berhubungan) misalnya SPDP dari penyidik ke Jaksa melalui POLRI, Pendampingan Upaya Paksa, Pelaksanaan Diklat PPNS serta legalitasnya. Yang kedua yaitu Interdependence (Saling Tergantung) misalnya Permohonan ijin sita /geledah dari penyidik ke ketua pengadilan, Perpanjangan penahanan dari penyidik ke Jaksa, pengadilan, Pengiriman berkas perkara dari penyidik ke Jaksa melalui POLRI, Pengiriman tersangka dan barang bukti dari penyidik ke Jaksa didampingi POLRI. Dan yang ketiga yaitu Mutualisme (Saling Menguntungkan) seperti mempercepat proses perkara, mencegah bolak-balik perkara, dan koordinasi dan konsultasi oleh PPNS kepada POLRI dan JPU.
Mochammad Darmun mengatakan bahwa ada beberapa isu permasalahan Sungai, Danau, Embung, Waduk (SDEW) yaitu perubahan aliran air, kerusakan habitat, erosi tanah, pencemaran air, menjadi pembuangan dan sempadan menjadi pemukiman, resiko terjadi banjir. Sedangkan Isu permasalahan pada Pantai kita yaitu sempadan pantai mengalami alih fungsi menjadi hotel, restoran, pemukiman atau perubahan guna lahan. Kurangnya kepedulian dan pemahaman para pihak yang berkepentingan akan arti menjaga kualitas linkungan yang baik guna mendukung keberlanjutan sebagai fungsi sempadan pantai sebagai perlindungan setempat.
Dekan FH Unkris, Prof Abdul Latif dalam paparannya pada Webinar Series kedua ini mengatakan bahwa melihat permasalahan perubahan alih fungsi ruang tersebut dapat terjadi karena pertama adanya pemberian izin kepada perseorangan dan badan hukum usaha yang tidak sesuai tujuan peruntukan pemanfaatan ruang kawasan sempadan, pantai, sungai, SDEW. Yang kedua adalah adanya perbuatan atau tindakan yang dilakukan oleh masyarakat atas hak kepemilikan lahan sebelum ditetapkan UU Tata Ruang kawasan sempadan, pantai sungai, SDEW.
Terjadinya kedua hal tersebut, menurut Dekan FH Hukum Unkris ini dapat ditelaah dan dikaji dari prespektif hukum administrasi baik melalui instrumen hukum perizinan maupun berupa tindakan nyata oleh Pemerintah kepada masyarakat pengguna dan/atau pemakai lahan ruang kawasan sempadan, pantai, sungai SDEW yang telah dilarang dan bertentangan dengan UU Tata Ruang. Jadi, penegakan hukum tata ruang dalam prespektif hukum administrasi terjadi, apabila sengketa antara warga masyarakat melawan Badan dan/atau Pejabat Administrasi Pemerintahan di Peradilan Tata usaha Negara.
Prof Abdul Latif juga menjelaskan bahwa tolok ukur untuk menentukan ada atau tidak adanya tindakan perubahan fungsi kawasan pantai, SDEW, yaitu harus dibuktikan ketidak sesuaian dengan tujuan fungsi yang telah ditentukan dalam peraturan hukum perundang-undangan, untuk mewujudkan Tertib Tata Ruang (Pasal 147 (1), (2) PP No.21/2021). Karena itu apabila ada tindakan pengalihan perubahan fungsi kawasan sempadan pantai, SDEW yang bertentangan dengan peraturan hukum, sudah dapat dipastikan adanya akibat yang ditimbulkan berupa penurunan kualitas dan kuantitas ruang sempadan, pantai, SDEW disekitar badan air yang tidak sesuai dengan rencana Tata Ruang yang bertujuan untuk penyelamatan dan pengendalian fungsi ruang guna mewujudkan Tertib Tata Ruang. Dengan adanya ketidaksesuaian fungsi pemanfaatan ruang dikawasan pantai, SDEW yang telah ditentukan dalam peraturan hukum adalah merupakan suatu tindakan/perbuatan melanggar hukum dan harus ditegakkan oleh aparat penegak hukum secara konsisten.
“Oleh karena itu, Penegakan hukum Tata ruang kawasan sempadan, pantai, SDEW tidak hanya bersifat represif, tetapi juga bersifat preventif. Penegakan hukum yang bersifat preventif ditujukan untuk mencegah terjadinya perbuatan atau tindakan yang dapat menimbulkan perusakan atau pencemaran disekitar ruang kawasan, pantai, SDEW. Instrumen hukum yang ditujukan untuk penegakan hukum tata ruang yang bersifat preventif ini adalah perizinan dan pengawasan. Penegakan hukum yang bersifat represif, ditujukan untuk menanggulangi perusakan dan/atau pencemaran ruang kawasan, pantai, SDEW dengan menjatuhkan atau memberikan sanksi (hukuman) kepada perusak atau pencemar ruang kawasan, pantai, SDEW, yang dapat berupa sanksi pidana (penjara atau denda) dan/atau sanksi administrasi berupa: paksaan pemerintahan, uang paksa, dan pencabutan izin.” Pungkas Prof. Abdul Latif.
(Edison)
Leave a Reply