Perkara Perdata Dilaporkan Penipuan dan Penggelapan, Ketua LPM Lakukan Upaya Hukum

Ketua LPM Kota Depok, Yasir Amir

Beberin.com, Kota Depok — Ketua Lembaga Pemberdayaan Masyarakat (LPM) Kota Depok, Yusra Amir membantah telah melakukan tindak pidana penipuan dan penggelapan uang Rp 2 miliar sebagaimana termuat dalam dalam Laporan Polisi Nomor: LP/B/1541/VII/2022/SPKT/POLRES METRO DEPOK/POLDA METRO JAYA, tanggal 19 Mei 2022.

“Permasalahan saya dengan Pelapor merupakan permasalahan hukum perdata yang timbul dari hutang-piutang antara saya dengan almarhum Mulya Wibowo. Saya tidak pernah menerima uang satu rupiah pun dari Pelapor apalagi uang Rp 2 miliar seperti yang dituduhkan pelapor,” ujar Yusra Amir, Minggu (17/12/2023).

Ia menyatakan, bahwa dirinya taat hukum dan oleh karenanya dalam menghadapi proses hukum atas laporan polisi yang dirasa janggal tersebut, pihaknya telah melaporkan oknum penyidik kepolisian Polrestro Depok atas adanya dugaan pelanggaran kode etik dalam menangani perkara tersebut ke Propam Polda Metro Jaya..Dan, hasilnya terhadap oknum tersebut sudah dikenakan sanksi dan dimutasi.

Selain itu, terkait materi perkara penyidikan, Yusra Amir sudah mengajukan permohonan gelar perkara khusus untuk menguji proses penyidikan yang berjalan dan saat ini sedang menunggu hasil rekomendasi gelarnya.

“Kita tunggu dan hormati proses hukum yang sedang berjalan,” ucap Yusra.

Menurutnya, bahwa pihaknya menyayangkan pemberitaan di beberapa media online dengan sumber sepihak dari Pelapor melalui pengacaranya untuk mendesak Polrestro Depok agar menyerahkan berkas kedua secepatnya ke Kejaksaan Negeri (Kejari) Depok dan segera dilakukan penahanan.

“Kita harus menghormati mekanisme proses hukum yang sedang berjalan di kepolisian,” tutur Yusra.

Ia menyebutkan, bahwa dirinya akan melakukan upaya hukum terhadap wartawan dari media-media yang diduga tidak terdaftar di Dewan Pers yang telah menyebarkan informasi atau berita tentang dirinya tanpa konfirmasi dan tidak melalui proses jurnalisme yang benar.

Hal itu, apa yang diberitakan oleh beberapa media online (diduga tidak terdaftar di Dewan Pers) diduga kuat telah memenuhi unsur Pasal 45 UU ITE oleh karenanya pihaknya tidak akan segan untuk membuat laporan polisi.

“Artinya, dengan pemberitaan jahat tanpa saya dimintai konfirmasi atau hak jawab mengenai persoalan kasusnya. Sudah framing, ada dugaan pelanggaran pidana dalam pemberitaan dalam kasus yang saya alami. Segera saya berkordinasi dengan pengacara untuk melaporkan unsur tindak pidananya. Saya sudah catat media dan orang-orangnya.” ketus Yusra.

Diceritakannya, bahwa saat ini kasusnya sudah memasuki tahap menunggu hasil dari gelar perkara yang sudah beberapa kali dilakukan Ditreskrimum Polda Metro Jaya.

“Tunggu hasil gelar perkaranya, semuanya ada prosedur dan polisi tak mau gegabah untuk kedua kalinya. Saya siap menjalani proses hukum yang diproses dengan cara profesional,” tukas Yusra.

Terkait laporan polisi tersebut, Yusra Amir mengungkapkan bahwa hal tersebut bermula dari hubungan bisnis antara dirinya dengan Mulya Wibowo pada 2019.

Dirinya meminjam uang kepada Mulya Wibowo senilai Rp 2 Milyar dengan jaminan sertifikat tanah, namun baru diterima sebesar Rp 500 juta.

Selanjutnya, pada tahun 2020, tiba-tiba muncul orang bernama Daud Kornelius Kamarudin yang mengaku punya piutang kepada Mulya Wibowo sebesar Rp 2 miliar, sehingga minta untuk perjanjian hutang dengan jaminan Perjanjian Pengikatan Jual Beli (PPJB).

“PPJB dialihkan kepada Daud, tanpa melakukan pembayaran apapun padahal saya baru menerima uang dari Mulya Wibowo sebesar Rp. 500 juta,” ungkap Yusra.

Sementara, pada 8 September 2021, Mulya Wibawa meninggal dunia. Daud Kornelius Kamarudin lalu meminta dikembalikan piutangnya di Mulya Wibowo tersebut.

“Padahal saya tak ada urusan pinjam uang ke Daud. Tapi, saya tetap bertanggungjawab dan berusaha untuk mengembalikan uang tersebut dengan membayarnya Rp 250 juta dan membuat perjanjian baru dengan jaminan 30 sertifikat tanah,” papar Yusra.

Yusra menambahkan, selanjutnya atas perjanjian tersebut sudah ditunaikan oleh PT CKS (partner bisnis property) dengan cara memotong uang pembelian atas tanah miliknya.

“Sehingga seharusnya perkara Perdata ini sudah selesai dan apabila ternyata uang yang dilaporkan telah dipotong dari uang pembelian tanah yang menjadi hak saya tersebut tidak diterima oleh Pelapor, maka pertanyaannya siapa yang merugikannya? Faktanya dalam laporan keuangan, dan uang saya sudah dipotong,” pungkasnya.

SAID