Asep Saefuddin
Rektor Universitas Al Azhar Indonesia/Guru Besar IPB
Beberin.com, JAKARTA -Hari ini tanggal 20 Mei dikenal dengan Hari Kebangkitan Nasional. Awalnya memang kebangkitan ini datang dari kelompok ‘scholar’ yakni para mahasiswa Kedoteran STOVIA. Mereka bahwa Indonesia harus bangkit. Kaum terpelajarlah yang harus menyadarkan perlu kebangkitan itu.
Alhamdulillah pada hari ini Presiden Jokowi meluncurkan 9 produk hasil inovasi para dosen dan lembaga penelitian di Tanah Air. Ke 9 produk itu berkaitan dengan produk-produk kesehatan dari kampus UI, ITB, UGM, UNAIR, ITS, UNIVERSITAS TELKOM, dan Universitas Al Azhar Indonesia (UAI). Dari luar Universitas ada produk dari Lembaga Eijkman, BPPT, LIPI, Biofarma.
Sebenarnya masih banyak produk lainnya yang masih dalam proses uji kelayakan dari BPFK (Badan Pengujian Fasilitas Kesehatan) Kemenkes. Yang sudah keluar ijin produknya ada 9 inovasi.
Ada yang bertanya kepada saya bagaimana kiat-kiatnya sehingga UAI berhasil membuat produk inovasi itu? Mungkin mereka yang bertanya itu kagum karena memang UAI adalah satu-satunya PTS di Jakarta yang lulus uji produk itu.
Pada umumnya banyak dosen kampus-kampus di Indonesia ini yang inovatif, kreatif, dan tentunya pintar. Kita harus bangga dengan itu. Masalah tidak banyak produk hasil inovasi negeri ini, itu tidak sederhana. Banyak kait mengait dengan berbagai kepentingan bisnis. Dan itu skalanya bukan nasional, tetapi global di dunia. Sembilan produk hasil karya bangsa inipun bila tidak ada wabah covid19, mungkin hanya bercokol di dalam kampus. Paling jauh untuk praktikum. Tetapi saat ini Presiden Jokowi sudah jelas-jelas memerintahkan segera produksi massal yang diamini oleh para menteri.
Bagi warga kampus, adanya covid19 ini bisa jadi sisi positif dari wabah. Setidaknya birokrasi pemerintah tidak bertele-tele. Covid19 sudah begitu masif, apa kita masih mau leha-leha dan ribet (berbelit-belit). Dan mudah-mudahan model gerak cepat ini juga jadi kenormal baru (new normal) pasca covid19.
Pada waktu peluncuran produk inovatif di Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei juga dilakukan dengan new normal, yakni pola daring. Para undangan, termasuk para Menteri yang hadir, semuanya menggunakan komputer atau smart gadget. Pada saat lagu Indonesia Raya dikumandangkan juga para hadirin pada berdiri di tempatnya masing-masing.
Bagaimana agar kampus bisa menghasilkan karya inovatif? Kita harus yakin bahwa banyak orang pintar, kreatif dan inovatif di Universitas, selain dosen juga para mahasiswa. Umumnya mereka itu tidak terlalu senang dengan administrasi yang kaku apalagi berbelit-belit. Bukan berarti mereka anti birokrasi, tetapi memang naturnya tidak di situ. Dosen umumnya adalah orang-orang bebas dan otonom. Karena secara alami, otonomi itu bisa membuat para dosen lebih kreatif dan produktif.
Berdasarkan sifat dari dosen itu maka di Universitas perlu didukung oleh sistem administrasi yang handal. Kehandalan ini perlu didukung oleh alat dan orang yang juga handal. Artinya tenaga administrasi (istilahnya tenaga kependidikan atau tendik) yang profesional dan bisa mensupport kesibukan dosen dalam tridarma.
Pimpinan mulai dari Rektorat, Dekanat, dan unit-unit administrasi lainnya tentu harus memberi ruang kreativitas bagi para dosen sekaligus mengarahkan para tendik untuk bekerja cepat, tepat, dan proaktif. Hal-hal teknis yang berkaitan dengan administrasi percayakan kepada tendik dengan panduan-panduan bekerja yang jelas. Sehingga terjadi kolaborasi yang efektif antara dosen dan tendik. Mereka punya satu arah yang jelas, yakni keberhasilan tridarma dan kepuasaan mahasiswa serta mitra kerja.
Bagi dosen inovatif keadaan wabah covid19 ini tantangan menarik. Mulai dari ide pencegahan, pengobatan, sampai upaya membantu para tenaga medis yang harus berhadapan langsung dengan penyebab sakit atau bahkan kematian. Khususnya untuk seorang dosen UAI, bernama Pak Juang, bisa memikirkan bagaimana caranya seorang tenaga medis dapat tetap bernafas tanpa ada rasa khawatir.
Memang produk alat respiratori ini bisa saja impor. Akan tetapi dengan adanya pandemi yang menyerang seluruh negara, tentu alat itu menjadi barang langka. Harganya bisa mahal sekali. Maka Pak Juang ini menghasilkan alat bernama LCC RESPIRA yang low Cost dan Convenience. Murah dan konfiniens dibawa-bawa.
Dengan berbagai kriteria, seperti kenyamanan, keamanan, kegunaan, kemanfaatan dan harga, akhirnya produk LCC RESPIRA UAI ini lulus uji dari BPFK. Produk ini tentu sangat diperlukan oleh tenaga medis kapan saja, tidak hanya ketika ada wabah covid19. Selain itu, produk ini bisa jadi andalan ekspor.
Melihat banyak sekali produk inovatif teknologi karya anak bangsa, Indonesia sebenarnya bisa masuk ke dalam kategori ekonomi berbasis inovasi. Namun, hal ini akan mandek bila tidak ada industrialisasi hasil karya ini. Komponen industri harus meneruskannya untuk produksi secara massal.
Saat ini produk-produk itu semuanya untuk keperluan kesehatan akibat wabah covid19. Akan tetapi sebenarnya kreativitas bangsa kita juga cukup kuat dalam produk-produk lainnya. Sektor industri harus pro produk lokal dan masyarakat harus cinta produk Indonesia. Bila syarat utama itu dipenuhi, maka kebangkitan dan kedaulatab bangsa Indonesia akan jadi kenyataan.
(EDISON MUNTHE)
Leave a Reply