FH Unkris Membongkar Kewenangan Lembaga-Lembaga Pada Sengketa dan Pelanggaran Pemilu

Para Narasumber dan Peserta Seminar Hukum Nasional berphoto bersama, (Selasa, 28/11/2023)

Beberin.com, Jakarta – Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana sukses melaksanakan Seminar Nasional Hukum dengan tema “Peran Peradilan Tata Usaha Negara dalam Sengketa Proses Pemilu, Sengketa Pemilihan dan Pelanggaran Administrasi Pemilihan” dengan menghadirkan dua pembicara yang kompeten di bidangnya yakni, Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA-RI, Dr. Yulius, S.H.,M.H. dan Dosen HTN Universitas Krisnadwipayana, Dr. Teguh Satya Bhakti, S.H.,M.H yang dilaksanakan di Ruang Aula R. Soebekti LT 1 FH Unkris, Selasa (28/11/2023).

Dekan FH Universitas Krisnadwipayana, Prof.Dr. Abdul Latif,S.H.,M.Hum

Dekan FH Universitas Krisnadwipayana, Prof.Dr. Abdul Latif, S.H.,M.Hum dalam kata sambutannya mengatakan bahwa dengan adanya keputusan MK dalam hal pengujian UU terhadap UU Pemilu maupun UU Pemerintah Daerah dimana sengketa hasil perhitungan terpilihnya pasangan calon bukan menjadi kewenangan lagi dari Mahkamah Agung, khususnya untuk pemilihan kepala daerah ke depan. Ini yang perlu patut di sosialisasikan oleh karena itu Fakultas Hukum Unkris memandang ini sangat urgent (mendesak) untuk kita pahami semua termasuk pada publik dalam hal menuntut proses keadilan dalam hal pelaksanaan pemilihan umum.

 

“Yang menjadi persoalan adalah bagaimana penyelesaian sengketa proses pemilu, sengketa pemilihan dan pelanggaran administrasi, ini saya kira patut dipahami dan menjadi bahan diskusi,” ujar Prof Abdul Latif.

Wakil Rektor I Unkris Dr.Ir.Ismail Razak, S.E.,M.S

Wakil Rektor I Universitas Krisnadwipayana DR. Ir. Ismail Razak, S.E.,M.S yang hadir mewakil Rektor Universitas Krisnadwipayana dalam kata sambutanya mengatakan “Pesta demokrasi ini disambut sukacita oleh seluruh rakyat Indonesia dan biasanya sering kali dalam proses maupun akhir dari pesta demokrasi ini akan menimbulkan berbagai pelanggaran, baik administrasi maupun pelanggaran-pelanggaran lain. Sehingga memungkinkan pelanggaran ini menjadi sengketa di Pengadilan.”

Pemberian plakat atau cendramata dari FH Universitas Krisnadwipayana kepada para pembicara Seminar Hukum Nasional

Menurutnya, tujuan pesta demokrasi ini dengan materi seminar hari ini sangat relevan dan itu akan memberikan pemahaman yang lebih dalam bagi kita semua yang hadir secara offline maupun online bahwa pelaksanaan pesta demokrasi ini sebetulnya adalah untuk kemajuan bangsa dan negara. Dan semoga itu dipahami oleh kita semua.

Ketua Senat Universitas Krisnadwipayana, Prof.Dr. Gayus Lumbuun, SH.,M.H

Ketua Senat Universitas Krisnadwipayana, Prof.Dr Gayus Lumbuun, S.H.M.H. mengatakan “Saya sangat tertarik dengan kegiatan ini untuk menggali ilmu tentang hukum administrasi negara diwilayah praktek. Inilah saatnya kita bisa berdiskusi secara ilmiah.”

 

“Tapi kira-kira apa sih yang menjadi sengketa di keduanya. Kalo kita hanya berpedoman pada aturan hukum tentunya sudah sangat tepat ini, tapi adakah aturan yang lain yang nantinya akan menyelip diantaranya keadilan yang bekerja secara administrasi. Kalau sengketa ini terjadi antar pihak atau antara penyelenggara pemilu KPU atau BAWASLU,” terang Gayus Lumbuun.

Pera peserta seminar sedang menyanyikan lagu Indonesia Raya

Pertanyaan saya (Prof.Gayus Lumbuun) “Ada pelanggaran penyelenggara di luar TUN, Perdata maupun pidana di luar administrasi. Ada istilah yang kita kenal “onrechtmatige daad” yaitu pelanggaran melawan hukum yang memerlukan pembuktian yang dilakukan oleh antar pihak tetapi bagaimana kerugian yang timbul oleh penyelenggara negara dalam hal ini KPU atau BAWASLU, apakah bisa menggunakan sarana Undang-undang diluar TUN dan ini terjadi di PN Pusat, KPU menolak calon peserta pemilu partai politik yang merasa dirugikan oleh penyelenggara negara di bidang TUN yaitu KPU, bisakah lembaga ini mengganti rugi. Kalau ini diajukan ke PTUN kerugian kecil sekali, paling banyak Rp.100 jutaan padahal kerugian besar sekali.

 

“Ini merupakan bagian pentingnya bagaimana dipuncak peradilan ini harus berkeadilan yang paling adil setidak-tidaknya diluar pengadilan yang diatas (Tuhan) karena dialah hakim yang teragung bagi semua umat manusia dan itu diluar kajian ilmiah. Menurut pengertian hukum, Hakim adalah wakil Tuhan di dunia. Karena putusan Hakim bisa memisahkan keluarga, bisa mematikan orang, Hakim menentukan segalanya, keadilan ada di tangannya,” pungkas Gayus Lumbuun.

Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA RI, Dr. Yulius, S.H.,M.H

Ketua Kamar Tata Usaha Negara MA-RI, Dr. Yulius menyampaikan bahwa satu hal yang agak spesifik putusan MK dan putusan TUN ini hampir sama tidak ada eksekusi yang sifatnya real seperti di Perdata dan Pidana. Pidana ada Jaksa yang mengeksekusi tindak pidananya dia bisa maksa nangkap orang. Di Perdata juga ada juru sita yang bisa spesial membawa alat perlengkapan dengan bantuan petugas keamanan, bisa melakukan tindakan fisik eksekusi ring.

 

“Putusan TUN tidak begitu karena Jabatan bukan personal yang menduduki jabatan tapi jabatan itu yang menjadi tergugat. Dan ini adalah maklumat yang tidak bisa di eksekusi secara fisik. Bagaimana menangkap bayangan. Ini adalah mahluk rekayasa dan hukum yang dibentuk berdasarkan teori masuk jabatan itu. Dia kasih kewenangannya pada waktu tempat dan isi putusannya. Sehingga yang bisa dilakukan adalah seperti prinsip awal dimanapun negara di dunia ini. Putusan peradilan administrasi itu dilaksanakan oleh tergugatnya sendiri, karena dia adalah pembentuk undang-undang,” ujar Yulius.

 

“Ada prasangka yang lebih baik bahwa undang-undang dibentuk oleh pemerintah bersama-sama dengan Legislatif sehingga pada saat pembentuk undang-undang ini jajaran pemerintahan itu dihukum oleh pengadilan administrasi untuk melaksanakan suatu perbuatan hukum tertentu prasangka hukumnya adalah pasti dilaksanakan kerena dia yang membuat UU, tidak mungkin dia membantah hasil buatan dia sendiri. Tapi apakah dalam kenyataannya seperti itu ?. Lebih dari 9 disertasi yang membahas terkait eksekusi itu.

 

Dr Yulius melihat persoalan sebenarnya ada di kultur budaya hukum, yaitu di manusianya. Peraturannya bagus manusianya nggak baik bagaimana, Jadi pengawasannya oleh parlemen. Pejabat-pejabat yang tidak mau melaksanakan putusan itu dilaporkan ke DPR dan DPR mempunyai wewenang untuk mengawasi.

Dosen HTN Universitas Krisnadwipayana, Dr. Teguh Satya Bhakti, S.H.,M.H.

Dr. Teguh Satya Bhakti menyampaikan bahwa selama ini fokus perhatian penyelesaian pemilu, hanya terpusat pada penyelesaian sengketa akhir berupa Perselisihan hasil pemilu (PHPU) di Mahkamah Konstitusi.

 

“Jadi MK ini ibarat keranjang sampah. Jadi semua masalah pidana pemilu, administrasi pemilu oleh peserta pemilu yang kalah rame-reme dibawa ke MK. Dan ternyata putusan MK hanya sedikit saja mengabulkan nya, tidak sampe 5% untuk mengabulkan pemungutan suara ulang dan itu tidak berdampak ke hasil pemilu,” terang Dr. Teguh

 

Lebih lanjut Dr. Teguh menjelaskan bahwa sesungguhnya UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum (UU No. 7/2017) telah mengatur lembaga-lembaga penegakan hukum pemilu lainnya, artinya selain mengatur lembaga penyelesaian PHPU oleh MK, UU Pemilu juga mengatur mengenai lembaga penyelesaian Pelanggaran pidana Pemilu oleh Gakkumdu, lembaga pelanggaran kode etik oleh DKPP, dan lembaga penyelesaian Pelanggaran Administrasi Pemilu (TSM) oleh Bawaslu dan Mahkamah Agung (MA), dan Lembaga Sengketa Proses Pemilu oleh Bawaslu dan PTUN.

 

Menurut Dr. Teguh selama ini yang diangkat oleh peserta pemilu adalah bagaimana proses penyelesaian pelanggaran administrasi Pemilu dan sengketa hasil Pemilu dan semuanya diarahkan ini adalah dominasinya MK.

 

“Oleh karena itu kita patut di apresiasi kepada Fakultas Hukum Universitas Krisnadwipayana yang berusaha membongkar pemikiran yang konservatif ini supaya peran peserta Pemilu yang terhitung mulai hari ini melakukan tahapan-tahapan kampanye baik itu Pileg maupun Pilpres.” Pungkas Dr. Teguh.

(Edison)