Diduga Merugikan Senilai Rp520 Juta, Saksi Pembuat PO Fiktip Hadir di Persidangan

Kuasa Hukum Harris Sofyan Hardwin di dampingi kliennya Teuku Hermanuddin dan Eko Humartiono

Beberin.com, Kota Depok— Pengadilan Negeri Depok, kembali menggelar sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan senilai Rp520 Juta, yang di lakukan oleh terdakwa Desti Amiasih, terhadap korbannya Teuku Hermanuddin. Sidang langsung dipimpin Hakim Ketua, Ultry Meilizayeni, didampingi dua Hakim Anggota, Zainul Hakim Zainuddin, dan Hakim Anggota Divo Ardianto. Sedangkan Jaksa Penuntut Umum (PJU) Indah Sulistio.SH. Dalam sidang kali ini menghadirkan saksi Ivan pembuat PO (Purchase Order) fiktip, berlangsung, Rabu (31/5/2023), di PN Depok, Jawa Barat.

Sementara, Harris Sofyan Hardwin SH, MH, selaku kuasa hukumnya Teuku Hermanuddin membenarkan, bahwa akibat PO (Purchase Order) fiktip yang dikeluarkan oleh Ivan, dan kliennya dirugikan senilai Rp520 Juta. Dalam keterangan kliennya yakni, Teuku Hermanuddin, pemilik rumah makan Ranum, berawal kenal dengan terdakwa Desti, dan kliennya, ditawari oleh terdakwa pekerjaan yang sudah siap PO (Purchase Order) nya untuk percetakan buku yang sangat menjanjikan. Namun, PO tersebut fiktip.

“Jadi, kliennya tertarik dengan tawarannya, karena keuntungannya 20 persen dari nilai yang di janjikan terdakwa. Karena percaya, kliennya mentransferkan sejumlah uang sehingga beberapa kali transfer itu totalnya Rp 520 juta. Namun hingga kasus ini disidangkan hanya Rp90 Juta, di kembalikan yang seharusnya Rp104 Juta, dari 20 persen setiap pekerjaan tersebut selesai,” ujar Harris di dampingi kliennya Teuku Hermanuddin dan Eko Humartiono, di PN Depok.

Dijelaskannya, bahwa saksi merupakan rekan terdakwa yang mengeluarkan purchase order (PO) yang diakuinya dalam persidangan bahwa ia mengetahui PO yang dibuatnya adalah fiktif. Adapun, ia membuatkan PO itu, dikarenakan terdakwa masih memiliki hutang kepada saksi sekitar 400 jutaan.

“Oleh karena itu terdakwa meminta kepada saksi untuk dibuatkan PO fiktif untuk mencari investor lain dengan tujuan ketika mendapatkan uang dari investor, maka uang itu akan “digeser” ke saksi sebagai upaya pengembalian kerugian saksi. Dalam persidangan saksi juga mengakui ia mengetahui bahwa PO itu fiktif dan ia telah menerima uang dari terdakwa senilai Rp100 juta,” jelas Harris.

Harris menegaskan, bahwa saksi ini sejak awal sudah mengetahui bahwa ia membuat PO fiktip ini bertujuan terdakwa mencari investor untuk mengembalikan kerugian kepada saksi. Jadi, terlepas siapapun investor yang dimaksud tetapi perbuatan menerbitkan PO fiktif itu merupakan sebuah tindak pidana apalagi sampai menimbulkan kerugian kepada korban.

“Untuk itu, seharusnya Jaksa Penuntut Umum dan Majelis Hakim bisa mengambil sikap dan ketegasan berdasarkan keterangan saksi yamg menerbitkan PO fiktif ini untuk mengali kasus ini agar semakin terang benderang,” tandasnya.

SAID