Damai dan Herd Immunity

Prof.Dr.Ir. Asep Saefuddin, M.Sc Rektor Universitas Al Azhar Indonesia

 

Beberin.com, JAKARTA – Setelah Presiden Jokowi mengangkat dikti berdamai dengan covid19, cukup beragam pandangan terhadap diksi itu. Pandangan itu tentu tidak bisa dilepaskan dari latar belakang, pengetahuan, dan pengalaman seseorang. Berhubung ini bukan bagian dari ilmu pasti, seperti jatuhnya benda ke bawah, bermacam-macam pemahaman itu wajar-wajar saja. Hal ini adalah sifat dari ilmu-ilmu sosial.

Pada intinya damai berarti keadaan tidak panik alias tenang. Sehingga seseorang bisa memandang sesuatu secara objektif. Tidak dipengaruhi terlalu berlebihan oleh ego negatif (hawa nafsu) dan pengalaman masa lalu. Dengan ketenangan itu seseorang siap menjalankan protokol-protokol kesehatan dan kebiasaan dalam menghadapi covid19.

Damai tidak berarti mengajak virus untuk bersalaman sehingga tidak merasa perlu mengikuti protokol kesehatan dan sosial. Kalau itu bukan damai, tapi menantang. Tentu saja covid19 akan leluasa menyerang manusia secara masif.

Dengan berdamai maka kita akan tahu dan mempraktekan hal-hal yang berkaitan dengan kesehatan pribadi dan masyarakat. Berperilaku PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) seperti mencuci tangan dengan sabun dan memakai masker harus menjadi kebiasaan. Begitu juga ketika ke luar harus melakukan jarak fisik dan sosial. Perilaku pribadi dan masyarakat ini mau tidak mau harus kita lakukan untuk menghindari transmisi covid19.

Selain PHBS tentunya kita sebaiknya makan dan minum yang ditengarai akan meningkatkan imunitas. Indonesia termasuk negara kaya dengan rempah-rempah yang sudah terbukti sejak lama bisa memperkuat daya tahan tubuh. Dengan demikian, imunitas diri kita naik yang tentu akan meningkatkan imunitas kelompok atau herd immunity. Bila banyak orang dalam sebuah komunitas itu punya daya imun yang tinggi, maka herd immunity-nya akan tinggi.

Secara teori, bila herd immunity itu di atas 90%, itu akan memudahkan eradikasi penyakit menular, termasuk akibat covid19 ini. Untuk meningkatkan herd immunity itu, bila sudah ada vaksin, tentu dilakukan vaksinasi. Upaya ini adalah disebut aktif imunisasi.

Adapun minum rempah-rempah dan bahan lainnya yang diduga bisa meningkatkan daya imun itu bersifat imunisasi pasif karena bersifat tidak langsung terhadap penyakit tertentu. Umumnya civitas akademika suatu kampus itu sudah kebal (imun) terhadap jenis-jenis penyakit yang diakibatkan oleh makanan jajanan di sekitar kampus. Paling awalnya ada beberapa mahasiswa baru yang terjangkit. Tetapi lama kelamaan, mereka pun kebal. Sehingga herd immunity-nya di atas 95%.

Dalam hal ini herd immunity dibangkitkan dengan kebiasaan makan yang ada di situ. Kasarnya kita sedang melakukan vaksinasi alami tanpa bayar, vaksinasi gratis. Akan tetapi konsep immunity ini tentu tidak bisa diterapkan pada kasus covid19. Mengapa? Karena efeknya sangat berbahaya, yakni kematian. Kekebalan seseorang harus dibayar dengan banyak kematian. Dan bisa menyebabkan covid19 terus menjalar sulit dihentikan sebelum ada vaksin.

Untuk itu, supaya terjadi kekebalan masal atau herd immunity maka mau tidak mau kita lakukan PHBS dan social distancing secara sungguh-sungguh, disiplin, dan taat. Tidak perlu dipertentangkan dari manapun konsep itu datang. Inilah yang disebut berdamai. Artinya kita harus bersatu supaya energi kita tidak habis oleh pertentangan. Ingat bahwa percekcokan itu akan menurunkan daya imun kita. Dan inilah yang disenangi covid19. Jadi, bila kita ingin segera bebas dari covid19, syaratnya disiplin dan bersatu. Tanpa itu, covid19 sulit hilang dari Indonesia. Jangan sampai terjadi.

(EDISON MUNTHE)